RSS
 

Archive for July, 2016

Trend Media Sosial di Kalangan Remaja dalam Perspektif Budaya Populer (disampaikan dalam Konferensi COMICOS di Universitas Atmajaya)

26 Jul

Perkembangan teknologi komunikasi menjadi sebuah tonggak sejarah bagi umat manusia, khususnya dalam aspek dunia komunikasi massa. Dalam bidang ilmu pengetahuan misalnya, komunikasi massa memiliki peranan penting untuk menyambungkan linkage  masyarakat di dunia ini. Sebagaimana kita ketahui bahwa komunikasi dapat dikatakan bentuk eksistensi manusia. Komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai penyampaian pesan kepada masyarakat saja, tetapi juga merupakan bentuk konstruksi realitas sosial. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. (Mulyana, 2005 : 5).

Manusia yang secara sadar pasti (dan tidak bisa tidak) akan selalu berkomunikasi. Ungkapan “We cannot not communicate”  merupakan salah satu bentuk realisasi manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Kemampuan dalam berkomunikasi menentukan tingkat kredibilitas manusia. Berdasarkan fenomena tersebut, kehidupan sosial manusia  menjadi lengkap. Bisa dibayangkan apabila kita, manusia, yang dibekali kecerdasan dan kemampuan intelektual tingkat tinggi tidak melakukan komunikasi sama sekali, alih-alih melakukan interaksi sosial yang kompleks, maka kita tidak akan menemukan konsep hidup yang sempurna. Pembentukan konsep hidup manusia dalam masyarakat pastinya diawali dengan konsep diri masing-masing individu. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siap diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. (Mulyana, 2005 : 7). Berangkat dari konsep diri yang terbentuk itulah kita mulai melangkah menuju kompleksitas dan dinamika di masyarakat dengan sebuah identitas yang kita miliki.

Komunikasi yang terbentuk secara perlahan itulah yang kemudian mengalami perkembangan. Mulai dari komunikasi intrapersonal hingga ke komunikasi massa. Mulai dari komunikasi antar manusia hingga komunikasi yang paling modern dengan menggunakan teknologi canggih. Everett M Rogers membagi perkembangan teknologi komunikasi menjadi 4 (empat) era, yaitu :

 

  1. Writing Era
  2. Pritnting Era
  3. Telecommunication Era
  4. Interactive Communication Era

 

Writing Era merupakan era atau masa di mana manusia mulai mengenal tulisan. Era ini, menurut Rogers, merupakan bentuk penemuan aktualisasi diri manusia yang menemukan cara berkomunikasi baru dengan menggunakan symbol-simbol yang disebut huruf. Orang Mesir kuno menggunakan lambang-lambang yang disebut hieroglyph sebagai bentuk komunikasi mereka melalui tulisan. Bangsa Cina juga mengenalkan tulisan pertama kali dengan menggunakan lambang-lambang tertentu. Perkembangan tulisan mengalami evolusi yang dinamis hingga kita mengenal huruf alphabet seperti sekarang ini.

Printing Era ditandai dengan penemuan mesin cetak oleh Gutenberg. Penemuan mesin cetak ini menandai dimulainya era teknologi komunikasi. Teknologi pertama yang menjadi batu loncatan adalah mesin cetak Gutenberg ini. Dengan menggunakan mesin ini, Gutenberg menyebarkan surat-surat pengampunan dosa yang controversial tersebut. Mesin tersebut kemudian berkembang menjadi mesin cetak surat kabar, di mana surat kabar pertama di dunia adalah Penny Press. Disebut Penny Press karena waktu harganya hanya 1 penny, dan berisi satu berita saja. Dengan ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg tersebut, perkembangan media massa menjadi pesat, terutama di bidang media cetak. Semakin hari media cetak semakin bertambah banyak. Berita yang dimuat dari yang awalnya berisi berita-berita keagamaan, pesan raja, mulai bertambah dengan dimuatnya berita-berita yang berkaitan dengan fenomena sosial. Hingga saat ini, media cetak yang kita nikmati setiap harinya merupakan hasil evolusi media cetak jaman dahulu. Koran menjadi seperti sebuah kebutuhan primer bagi masyarakat dunia modern saat ini.

Telecommunication Era  merupakan era dimana perkembangan teknologi komunikasi mengalami jaman keemasan. Era ini ditandai dengan mulai ditemukannya alat komunikasi elektronik jarak jauh. Alexander Graham Bell menemukan telegraf dan telepon, Guglielmo Marconi menemukan radio, dan Philo T Fansworth menemukan televisi. Penemuan televisi dianggap sebagai loncatan paling besar dalam dunia teknologi komunikasi, sebab televisi menjadi salah satu media massa yang paling digemari masyarakat karena mampu menghadirkan audio visual. Acara yang disajikan juga semakin beragam. Pada tahun 1928 General Electronic Company mulai menyelenggarakan acara siaran televisi secara regular. (Ardiyanto, 2007 : 136).

Interactive Communication Era merupakan era terakhir menurut Rogers, di mana ini merupakan era pengembangan dari era telekomunikasi. Era ini ditandai dengan ditemukannya internet sebagai media baru (new media).  Internet dikatakan sebagai new media karena sampai saat ini tidak bisa didefinisikan secara konkrit. Internet juga merupakan bentuk dari konvergensi media, yaitu dua bentuk media yang disatukan ke satu bentuk media. Era terakhir ini juga menandakan bahwa teknologi komunikasi semakin canggih.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi saat ini, manusia dituntut untuk bisa berjalan selaras dengan perkembangan tersebut. Dengan meningkatkan kemampuan intelektualitas, manusia dipastikan tidak akan tergerus oleh jaman. Kecanggihan teknologi diikuti dengan bermunculannya industri-industri media massa seperti surat kabar, televisi, majalah dan lain sebagainya. Negara maju seperti Amerika Serikat, dapat dikatakan menjadi pemimpin dalam dunia media massa. Terdapat sekitar 1.500 surat kabar harian di Amerika Serikat. (Biagi, 2010 : 11). Dengan jumlah surat kabar harian sebanyak itu, dapat dipastikan informasi setiap detik dapat diketahui oleh masyarakat Amerika Serikat.

Media massa menjadi sebuah aspek yang bisa kita katakan tidak terpisahkan dari masyarakat masa kini. Perkembangan teknologi media telah memberikan dampak yang begitu besar di masyarakat. Berbagai bentuk informasi telah disampaikan kepada masyarakat dalam hitungan detik. Fenomena ini telah menjadikan media massa sebagai alat pemenuhan kebutuhan masyarakat yang utama. Perkembangan teknologi media massa selain memberikan bentuk-bentuk perubahan sosial di masyarakat juga memberikan sebuah keuntungan tersendiri di masyarakat.

Apabila dibandingkan dengan masa lalu, di mana informasi masih tergolong sulit untuk di dapatkan, saat ini setiap detik perkembangan informasi bisa di dapatkan oleh masyarakat. Konsep yang menjadi dasar pemikiran dari media massa ini adalah penyampaian informasi secepat dan setepat mungkin. Untuk itu dibutuhkan sebuah pola pemahaman lebih mendalam mengenai perkembangan media massa. Perkembangan media massa merupakan titik pangkal dari perubahan masyarakat dari masyarakat konvensional ke masyarakat informasi. Setidaknya itulah ekspektasi dari masyarakat terhadap perkembangan dunia teknologi di era informasi.

Perkembangan dunia teknologi yang seharusnya membantu atau mempermudah kehidupan masyarakat, saat ini telah melampaui ekspektasi tersebut. Dikatakan melampaui sebab tidak hanya mempermudah dan menyelesaikan permasalahan namun telah terjadi pergeseran fungsi dari media sosial tersebut. Apabila ditinjau lebih lanjut, perkembangan dunia teknologi informasi di era global saat ini menjadi salah satu daya tarik bagi konsumen media untuk menikmati produk dari teknologi tersebut. Ketika produk tersebut digemari oleh masyarakat hingga menjadi trend, fenomena-fenomena menarik mulai bermunculan. Salah satu aspek yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana ketika new media telah menjadi trend di kalangan anak muda atau remaja.

Kehadiran new media di tengah masyarakat telah merubah praktik komunikasi kita saat ini. Perubahan praktik tersebut ironisnya menjadi salah satu komoditi industrialisasi. Sebab, kemunculan sosial media telah merubah sistem dan praktik manusia dalam berkomunikasi. Pola identitas masyarakat, pertukaran simbol-simbol dan teks komunikasi, sampai pada tataran decision making, hampir semuanya difasilitasi oleh media sosial. Fenomena tersebut bisa dikatakan sebagai bagian dari budaya populer, yang kemudian menjadi trend di kalangan remaja. Popularitas media baru di kalangan remaja tidak lepas dari trend dan kebutuhan yang terbentuk sesuai dengan pola pergaulan. Memang, perkembangan budaya populer cenderung terjadi pada masyarakat urban, dimana kaum ‘kelas menengah’ lebih sering menjadi ‘aktor’ dari perkembangan tersebut. Produk teknologi komunikasi yang menjadi bagian dari budaya populer yang berkembnag di masyarakat urban, menjadi salah satu komoditi konsumsi mereka. Kebanyakan orang yang mengonsumsi dan memproduksi budaya populer disebut ‘kelas menengah’ yang hidup di kawasan urban dan industrial. (Heryanto, 2015 h 23 ). Mereka ini “bukanlah anggota kelompok elite dalam pengertian filosofis, estetis dan politis, dan bukan pula kaum proletariat atau kelas bawah baru” (Kahn, 2001 dalam Heryanto, 2015, ibid).

Merujuk pada kilasan di atas, bisa diambil sebuah pemikiran bagaimana sebenarnya masyarakat menggunakan produk dari kemajuan teknologi yang dipadukan dengan pemahaman mereka terhadap ruang lingkup sosial dan budaya di mana mereka berinteraksi dan berkomunikasi. Sasaran yang dianggap memiliki kemampuan untuk menggunakan produk teknologi komunikasi tidak terlepas dari munculnya anggapan mengenai konsep literasi media.

 

Media Sosial dan Ideologi Media di Kalangan Remaja

Berbicara mengenai media sosial maka kita akan langsung berhadapan dengan sebuah kemajuan teknologi di bidang komunikasi. Terlebih ketika merujuk pada teori Computer Mediated Comunication, perkembangan teknologi komunikasi menjadi bagian penting dari sebuah proses komunikasi di masyarakat. Namun, yang perlu untuk mendapat perhatian lebih adalah bagaimana kemudian media sosial telah mengalami pergeseran fungsi di kalangan anak remaja. Media sosial telah bergeser dari yang semula berfungsi untuk berkomunikasi telah berubah menjadi ajang untuk membentuk citra diri maupun identitas yang baru. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya new media telah memberikan ‘wajah’ baru di kalangan masyarakat.

Keberadaan media baru yang saat ini digemari oleh kalangan remaja sebenarnya telah membawa dampak yang signifikan. Namun hingga saat ini, belum ada definisi yang tepat merujuk pada arti dari new media. Dennis McQuail (2000, dalam Ibrahim dan Akhmad 2014 : 117) telah mendefinisikan empat kategori utama dari “media baru”, yaitu :

  1. Media komunikasi interpersonal, seperti email.
  2. Media permainan interaktif, seperti game komputer.
  3. Media pencarian informasi, seperti mesin pencarian di Net.
  4. Media partisipatoris, seperti ruang chat di Net.

 

Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, konsep new media sebagai media partisipatoris menjadi lebih populer. Kemunculan komunitas maupun generasi baru di masyarakat tidak terlepas dari adanya konsep media partisipatoris tersebut. Produk new media sebagai media partisipatoris yang lebih dikenal dengan sosial media, menjadi aspek yang sangat digandrungi di masyarakat saat ini

Kemunculan media sosial tersebut menjadi sebuah fenomena yang menarik ketika disandingkan dengan pola interaksi remaja saat ini. Selain itu, kemunculan new media atau media baru tentunya berpotensi menciptakan perubahan sosial di masyarakat. Tidak terkecuali perubahan dalam aspek berkomunikasi. McQuail juga menyatakan ada beberapa hal yang akan dialami oleh si pengguna media baru apabila dibandingkan dengan konsumsi pada media konvensional sebelumnya, yaitu :

  1. Kehadiran sosial (social presence), perasaan berhubungan dengan orang lain ketika menggunakan medium ini.
  2. Otonomi (autonomy), perasaan memegang kendali atas medium ini.
  3. Aktivitas timbal-balik (interactivity) dengan sumber.
  4. Privasi (privacy), mengenai pengalaman ketika menggunakan medium ini.
  5. Kesenangan bermain (playfulness), dalam hubungan dengan kenikmatan yang diperoleh ketika menggunakan medium ini dibandingkan ketika sekadara mendapatkan sesuatu darinya.

Dari penjelasan McQuail diatas kita bisa melihat bahwa sebenarnya media baru telah memberikan fasilitas yang mampu memberikan ‘kenikmatan’ bagi penggunanya. Konsep mengenai new media atau media baru selama ini telah memberikan gambaran yang  nyata bahwa perkembangan teknologi telah memberikan dampak yang signifikan bagi perubahan sosial di masyarakat. Pengaruh yang ditimbulkan oleh media baru terhadap masyarakat, telah menghasil banyak diskusi dan penelitian dari para akademisi. Martin Lister (2009, dalam Ibrahim dan Akhmad, 2014 h.118) dalam New Media : a Critical Introduction mengajukan diskusi yang cemerlang mengenai media baru dan budaya visual ketika mereka membahas mengenai bagaimana teknologi baru sedang memengaruhi hal-hal, seperti :

  1. Pembentukan citra dan citra-citra sebagai teks.
  2. Penekanan pada efek dan pengalaman sensual di atas rekayasa narasi dan makna.
  3. Pengalaman-pengalaman baru sedang terbenam di dalam citra.

 

Selain pandangan positif, kemampuan new media dalam menciptakan ‘ruang baru’ bagi masyarakat, ternyata new media juga tidak terlepas dari pandangan negatif  beberapa kalangan. Berbagai pandangan kritis mengenai kemampuan media baru dalam menghasilkan perubahan juga menjadi pandangan yang menarik untuk kemudian dikaji. Russell Neuman dalam The Future of the Mass Audience memiliki pandangan mengenai perubahan yang disebabkan oleh media baru. Dia berpendapat bahwa :

  1. Media baru menjadi kurang mahal dan juga lebih banyak tersedia bagi khalayak.
  2. Teknologi baru mengubah pandangan khalayak tentang jarak geografis.
  3. Teknologi baru meningkatkan kecepatan komunikasi
  4. Teknologi baru meningkatkan volume komunikasi.
  5. Terdapat lebih banyak saluran komunikasi.
  6. Terdapat lebih banyak kontrol bagi pengguna.
  7. Terdapat peningkatan interaksi dan bentuk-bentuk komunikasi yang sebelumnya terpisah.

 

Pandangan dari Neumann diatas telah memberikan gambaran bahwa media baru muncul sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan dalam proses komunikasi yang bselama ini terjadi di masyarakat. Fasilitas yang disediakan seperti tidak terpisah jarak ruang dan waktu telah menjadikan media baru semacam primadona  di kalangan masyarakat. Terlebih lagi kemampuan media baru dalam menciptakan perubahan sosial akan menjadi pandangan tersendiri dalam tulisan ini.

New Media Memfasilitasi Perubahan Sosial

Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa new media mampu menciptakan sebuah perubahan sosial. Perubahan sosial dalam hal ini merupakan perubahan dalam konsep perilaku berkomunikasi (walaupun dalam beberapa aspek terdapat perubahan dalam hal interaksi dan pola pikir). Masyarakat yang telah mampu mengakses new media atau media baru tentunya masyarakat yang memiliki kepedulian dan telah terliterasi media. Perubahan yang terletak pada aspek sosial inilah yang kemudian menjadi tolok ukur sampai sejauh mana media baru memegang peranan penting.

 

 

Penggunaan media baru dan beberapa produknya yang kemudian kita sebut sebagai jejaring sosial telah memberikan warna tersendiri dan tentunya menjadi semacam alat baru dalam berkomunikasi.  Selain itu, pandangan masyarakat terhadap keberadaan media baru khususnya jejaring sosial merupakan sebuah bentuk dominasi baru dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Konsep teks dan bahasa telah mulai bergeser pada bentuk simbol-simbol yang merepresentasikan makna dalam berkomunikasi tersebut. Pandangan masyarakat akan kemudahan berkomunikasi dan penyampaian pesan serta gagasan dalam ranah media baru membawa perubahan dalam berkomunikasi dan berinteraksi. ‘Kenikmatan’ inilah yang lambat laun akan menciptakan generasi baru dalam dunia teknologi komunikasi.

Bagian dari masyarakat yang cenderung menjadi “agent of change” (dikatakan cenderung karena belum ada kepastian mutlak) adalah remaja. Remaja menjadi pihak yang paling sering menggunakan media baru khususnya jejaring sosial. Dari remaja ini juga perubahan-perubahan sering terjadi di masyarakat. Perubahan dalam bahasa dan kosakata, perubahan dalam gaya hidup hingga pada tatarana perubahan dalam pola pikir dan konstruksi gagasan. Khususnya pada aspek gaya hidup atau lifestyle, perubahan paling sering terjadi dan mudah untuk diidentifikasikan. Aspek yang selama ini dipahami oleh masyarakat sebagai aspek yang ‘sakral’ dan memiliki muatan nilai dan norma sosial tinggi, tidak jarang ‘terdobrak’ dan bergeser maknanya oleh ‘ulah’ para remaja, yang ironisnya difasilitasi oleh media.

 

 

 

Kita bisa ambil contoh produk budaya berupa bahasa. Bahasa yang selama ini kita anggap sebagai alat penyampaian pesan dengan kosakata yang terstruktur, saat ini sudah mulai berubah dan bergeser artinya. Perubahan dan pergeseran makna dalam bahasa tersebut, bahasa gaul misalnya, tidak terlepas dari kiprah media. Media massa yang menyebarkan pengaruh dan trend budaya populer tersebut, ditambah dengan munculnya media baru yang bersifat lebih privat, maka perubahan-perubahan yang terjadi akan membawa perubahan sosial di masyarakat.

Remaja dan Budaya Populer

Kajian mengenai remaja dan budaya populer sebenarnya telah lama dilakukan oleh para akademisi. Remaja dan budaya populer bisa dikatakan merupakan komoditas dalam dunia industri. Remaja, sebagai pihak yang memiliki tingkat dinamis yang tinggi, terbuka akan perubahan dan hal-hal yang baru serta mudah untuk terkena pengaruh, merupakan ‘lahan’ bagi dunia industri untuk menjadikan mereka sebagai sasaran dalam menyebarkan konsep budaya populer. Dengan semakin gencarnya perkembangan teknologi media baru, semakin bertambahnya fasilitas yang ditawarkan maka generasi remaja baru akan terus bermunculan.

Fenomena ini tidak terlepas dari latar belakang budaya bangsa Indonesia yang memang masih sangat feodal. Asumsi mengenai ‘kebosanan’ terhadap struktur budaya yang kaku, dan pandangan mengenai budaya Barat yang jauh lebih dinamis dan lebih ‘keren’, membuat kemunculan budaya populer menjadi lebih cepat. Keunggulan budaya populer yang lebih ‘demokratis’, dalam artian semua orang yang ada di dalamnya dianggap ‘setara’ membuat budaya tersebut menjadi cepat berkembang dan lebih mudah diterima di masyarakat. Budaya tradisional bangsa Indonesia yang kaku, sarat dengan nilai dan moral, mulai banyak ditinggalkan.

Sebagaimana telah disinggung dalam bahasan sebelumnya bahwa budaya populer dianggap rendah oleh kaum elit, menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Penulis justru melihat budaya populer di masyarakat Indonesia jauh lebih bisa diterima di seluruh strata sosial. Kehadiran budaya populer di tengah masyarakat telah memberikan warna baru dalam berinteraksi. Namun, pandangan mengenai rendahnya budaya populer tidak menghilang begitu saja. Kelompok-kelompok sosial yang lebih berorientasi elitis memandang rendah terhadap budaya populer, menghina dan was-was, sementara banyak kelompok jelata yang bersikap mendua, sebagian bercita-cita untuk naik kelas sosial.dengan mengikuti perkembangan terbaru dalam dunia budaya populer, sementara kelompok lainnya tetap saja merasa grogi atau tersinggung oleh hiruk pikuk budaya populer. (Heryanto, 2015. h. 23). Penjelasan tersebut sebenarnya cukup membuktikan bahwa budaya populer berwatak politis.

Kemudian ketika dikorelasikan dengan konsep remaja saat ini, maka watak politis tersebut tidak terlalu tampak. Yang muncul ke permukaan justru adalah pengaruh dan hegemoni dari budaya populer tersebut. Remaja masa kini jauh lebih peduli terhadap kesenangan, euforia terhadap munculnya setiap produk dari budaya populer. Ketakutan akan teralienasi apabila tidak mengikuti arus budaya pop membuat tiap individu remaja menjadi ‘terbebani’ untuk selalu turut serta sebagai bagian dari perkembangan budaya populer. Para kaum muda dan generasi baru tersebut tidak ragu untuk menciptakan sebuah identitas sosial baru dan menegosiasikan ulang identitas tersebut di masyarakat. Pencarian kesenangan dan konsep privatisasi dalam menghasilkan identitas inilah yang cenderung terjadi dalam dunia maya. New media sebagai ‘aktor’ utama munculnya generasi baru membawa dampak yang signifikan terhadap pergeseran pola pandang dan interaksi sosial terhadap struktur dan pola masyarakat saat ini.

 

 Pembahasan

Pada dasarnya pembahasan mengenai media baru dan remaja merupakan pembahasan yang banyak menimbulkan perdebatan, khususnya pada aspek penggunaan media baru dan motif penggunaan tersebut. Hal itu cenderung disebabkan oleh pergeseran fungsi berkomunikasi dengan menggunakan internet atau new media. Pergeseran yang dimaksud disini adalah masyarakat, remaja khususnya, menggunakan new media tidak hanya sekedar untuk berkomunikasi, menyampaikan pesan, gagasan maupun ide. Tetapi terdapat sebuah konsep ‘kenikmatan’ yaitu memiliki dunia yang hanya dimiliki oleh dirinya sendiri. Konsep utopis yang selama ini membayangi benak kalangan remaja dapat terimplementasikan dengan menggunakan new media.

Teori CMC (Computer Mediated Communication) sebagai landasan dalam tulisan kali ini telah memberikan gambaran bagaimana sebenarnya masayarakat saat ini berkomunikasi dengan menggunakan media sosial. Teknologi komputerisasi telah merubah cara masyarakat masa kini dari yang semula konvensional telah berubah ke arah yang lebih modern. Hal ini juga tidak terlepas dari kehadiran media yang konvergen.

Pengguna situs jejaring sosial terutama kalangan remaja menjadi salah satu bukti bahwa media baru merupakan salah satu pihak yang turut serta menciptakan munculnya generasi baru, generasi yang disebut dengan generasi new media. Pencarian identitas dan jati diri atau ketakutan terhadap hilangnya pengakuan sebagai bagian dari masyarakat modern menyebabkan kalangan remaja berlomba-lomba untuk terus mengikuti sekaligus juag berperan sebagai ‘konsumen’ terhadap perkembangan teknologi komunikasi. Pada sisi lain, perubahan struktur sosial di masyarakat terus terjadi seiring dengan adanya budaya baru yang tidak jarang dipicu oleh perkembangan teknologi komunikasi tersebut.

Budaya baru yang juga disebut sebagai budaya populer tersebut menjadi salah satu tonggak yang bisa diidentifikasikan terhadap perubahan di masyarakat. Meningkatnya kebutuhan terhadap teknologi juga merupakan bagian dari budaya populer tersebut. Beberapa kalangan akademisi menyebut bahwa masyarakat yang berada pada ranah budaya populer disebut dengan masyarakat kelas menengah bawah. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang berada kalangan elit enggan untuk menyebut mereka bagian dari sebuah konsep populer. Budaya populer disini memegang peranan penting sebagai aspek yang digemari oleh seluruh kalangan masyarakat. Kehadiran budaya populer dalam masyarakat menandakan bahwa terdapat suatu perubahan sosial dalam masyarakat tersebut.

Tidak jarang budaya populer menjadi sebuah bahan komoditas industrialisasi dengan kalangan remaja sebagai sasarannya. Hal ini dikarenakan remaja memiliki sifat yang dinamis dalam menerima suatu hal yang baru, dan tentunya dianggap menarik. Ketika sebuah fenomena sosial terjadi di masyarakat, dan itu hal yang baru, menarik, maka kecenderungan para remaja untuk mengikuti arus tersebut sangat besar. Konsep mengenai kehadiran produk teknologi komunikasi (yang dianggap sebagai ‘hal yang baru dan mengasyikan’) sebagai hal yang dianggap ‘sakral’ oleh kalangan remaja menjadi sebuah fenomena sosial yang menarik. Apabila kita lihat pada penjabaran sebelumnya mengenai dinamika kalangan remaja dalam perspektif budaya populer tentunya merupakan aspek yang menarik untuk dikaji. Kehadiran new media yang selama ini menjadi sebuah trend di kalangan remaja ternyata tidak bisa melepaskan diri dari anggapan adanya penekanan terhadap ideologi dan dominasi kaum penguasa dan aspek industrialisasi.

Trend ini sebenarnya telah menunjukkan eksistensinya kepada kita sebagai kaum akademisi. Proses perkembangan sebuah trend budaya populer di Indonesia cenderung dimulai dengan masuknya budaya Barat, yang selama ini memang dikenal menjadi kiblat kaum remaja di Indonesia. Ketika sebuah model budaya populer masuk, dianggap sebagai hal baru bagi remaja dan dapat merubah status ke arah yang lebih tinggi tentunya itu akan langsung ditanggapi oleh para remaja. Kesempatan untuk mendapatkan status sebagai bagian dari masyarakat modern tersebut yang membuat kalangan remaja seolah-olah menemukan dunia ‘utopia’ terhadap kehadiran media baru.

Menilik kembali mengenai sejarah dan kehadiran media baru di Indonesia, sejarah menggambarkan bahwa media baru menjadi populer sebenarnya dimulai pada era tahun 2000. Saat itu kehadiran media baru yang merubah ‘tatanan’ pola komunikasi masyarakat telah menghadirkan sejumlah fenomena menarik. Penulis menggambarkan fenomena tersebut sebagai pergeseran pola komunikasi dan mulai ‘runtuhnya’ dominasi teks dan bahasa. Mereka digantikan dengan hegemoni simbol-simbol new media yang mengartikan maksud-maksud tertentu. Berfokus pada produk media baru berupa jejaring sosial, kalangan remaja dihadapkan pada lingkungan media baru, yang didalamnya sarat dengan campur tangan media baru dalam merubah tatanan sosial dalam segala aspek. Dengan membawa misi dan menyajikan kepada kalangan remaja mengenai konsep ‘modern’ yaitu menikmati kehidupan dan kesenangan sehari-hari dengan berbasiskan pada komoditas modern dan teknologi komputerisasi, maka ‘kenikmatan’ tersebut yang menjadi godaan bagi remaja.

Aspek tersebut yang kemudian menjadi gambaran bagaimana sebenarnya pertentangan antara konsep budaya lama yang cenderung konvensional, sarat dengan nilai, norma dan ritual tertentu dengan kehadiran budaya populer yang mampu menghasilkan generasi baru. Saat ini kita bisa melihat bahwa generasi muda lebih tertarik dengan hal-hal baru, teknologi baru dan tentunya identitas sebagai pengguna teknologi baru tersebut. Apabila kita melihat kembali fenomena ke belakang, bahwa negara ini masih terikat erat dengan ‘luka lama’, beberapa contohnya adalah rezim Orde Baru dan peristiwa G 30 S/ PKI. Kalangan muda mungkin sudah tidak mengenal atau tertarik dengan beberapa peristiwa lama tersebut, yang memang hampir tidak terfasilitasi dalam dunia media baru. Konsep budaya lama, peristiwa masa lalu yang memang sudah seolah terputus dengan lahirnya generasi baru ini bisa dikatakan tidak relevan dengan misi yang diusung oleh budaya populer. Ketertarikan kaum remaja terhadap budaya tradisional juga bisa dikatakan hanya beberapa persen saja (tidak ada angka tepat yang mampu menentukannya). Hal ini tampak dari realitas yang selama ini bisa dilihat di masyarakat langsung.

Keberadaan media sosial yang merupakan produk media baru menjadi salah satu penyebab signifikan bergesernya pola pandang remaja terhadap budaya tradisional. Namun, tulisan ini tidak berada dalam tataran menentukan aspek positif atau negatif. Melainkan lebih kepada melihat bagaimana media baru sebagai trend di kalangan remaja dan juga mampu menciptakan generasi baru. Generasi baru dalam artian sebagai sebuah generasi yang bisa dikatakan modern dan mengkonsumsi teknologi media baru, tidak hanya sebagai sebuah alat untuk berkomunikasi melainkan juga sebagai sebuah perwujudan dari trend yang sedang terjadi saat ini. Tentunya semua hal tersebut tidak terlepas dari kehadiran budaya populer. Media sosial sebagi bukti dari konsep industrialisasi yang telah menjangkau wilayah privasi masyarakat dan juga pola pikir masyarakat, terutama kalangan remaja.

Kehadiran industri dalam ranah teknologi komunikasi memang telah membentuk basis tersendiri di masyarakat. Mereka tidak hanya berfungsi tranformatif saja, namun juga telah sampai pada tataran terbentuknya pola globalisasi di masyarakat. Melihat perkembangan teknologi komunikasi dan era globalisasi di kalangan remaja sebenarnya telah menghasilkan sebuah kesimpulan pada kita bagaimana generasi baru lahir. Penulis menyebut generasi baru tersebut sebagai generasi jaringan. Hal ini dikarenakan hampir setiap transaksi atau pertukaran informasi yang terjadi di media baru selalu dapat diketahui oleh anggota masyarakat lainnya. Kita bisa melihat bagaimana kalangan remaja memanfaatkan konsep jaringan ini. Media sosial sebagai salah satu alat untuk bertukar informasi telah menyediakan fasilitas jaringan tersebut.

 

Berdasarkan penjabaran diatas penulis telah menyebutkan beberapa jenis media sosial yang cenderung paling populer dimasyarakat. Media sosial tersebut semuanya memiliki fasilitas jaringan. Istilah populer untuk fasilitas tersebut adalah “Group”,  sebuah istilah yang beredar dikalangan remaja. Whatsapp salah satu contohnya, sebagai media sosial yang saat ini sedang populer, banyak dimanfaatkan untuk saling bertukar informasi. Fasilitas yang dimiliki whatsapp (disingkat wa) juga menyediakan fasilitas Group tersebut. Tidak hanya WA, Blackberry Messenger, Line juga merupakan media sosial yang menyediakan fasilitas Group tersebut. Yang dimaksud dengan fasilitas Group disini adalah kita bertindak sebagai admin kemudian mengundang beberapa orang terdekat untuk saling bertukar informasi, dimana informasi tersebut dapat diketahui oleh orang-orang yang kita undang tersebut.

Generasi jaringan telah menegaskan eksistensinya kepada kita bahwa budaya populer yang terafiliasi dalam bentuk teknologi komunikasi telah membawa kita pada sebuah perubahan sosial secara terkonsep. Perubahan yang disebabkan tidak hanya berada pada tataran penggunaan teknologi saja, melainkan sampai pada tataran pola pikir dan pergeseran penggunaan bahasa. Aspek pereeseran penggunaan bahasa ini bisa diambil contoh ketika dikaitkan dengan penggunaan bahasa di media sosial. Istilah “Jarkom” yaitu jaringan komunikasi, yang artinya adalah sebuah pesan yang disampaikan kepada orang-orang yang berada dalam sebuah Group media sosial. Kemudian istilah BM atau singkatan dari Broadcast Message, sama dengan istilah “jarkom” hanya BM terjadi pada Blackberry Messenger (BBM). Selain itu, kita juga mengenal istilah “PING!!” yaitu sebuah nada peringatan yang ada pada BBM, dengan tujuan agar si penerima pesan segera melihat pesan yang kita kirimkan.

 

Aspek lain yang juga dianggap sebagai bentuk pergeseran penggunaan bahasa adalah hadirnya media sosial Line dengan fasilitas berupa sticker. Sticker disini merupakan sebuah karakter tokoh dengan berbagai ekspresi dengan tujuan untuk menyampaikan pesan.

Dari penggambaran tersebut tampak bahwa penggunaan bahasa dan kata telah tergeser dengan kehadiran simbol dalam media sosial. Fenomena ini sekaligus menjelaskan pada kita bahwa budaya populer telah menghasilkan sebuah generasi baru, yang disebut dengan Generasi Jaringan. Generasi jaringan lebih populer terjadi kalangan remaja sebagai akibat dari penggunaan teknologi komunikasi new media atau media baru. Menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji sekaligus sebuah gambaran betapa kuatnya dominasi dari perkembangan teknologi komunikasi. Era globalisasi telah berjalan dan sebagai bagian dari masyarakat, kalangan remaja diharuskan mampu menggunakan produk teknologi dengan bijak, sehingga akan melahirkan sebuah teknologi yang tepat guna.

 

 

 

 

Penutup

Sesuai dengan penjabaran di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa media baru memiliki sebuah pengaruh yang kuat, ketika media baru menjadi sebuah trend, khususnya di kalangan remaja. Dengan fenomena-fenomena yang tampak di lapangan, dan sesuai dengan dasar dari teori CMC, maka pola komunikasi masyarakat saat ini sudah berbasis pada teknologi komputerisasi. Seiring dengan perkembangannya yang semakin pesat, keberadaan media baru seolah telah menjadi aspek penting dan berperan sebagai bagian dari masyarakat. Dengan keberadaan media baru pula, maka saat ini mulai muncul generasi baru yang dalam tulisan ini disebut dengan Generasi Jaringan.

Dengan hadirnya Generasi Jaringan sebagai generasi baru di masyarakat, maka perubahan sosial yang terjadi juga merujuk pada konsep interaksi yang dilakukan. Masyarakat juga akan semakin memandang bahwa mereka tidak bisa apatis dalam menyikapi kehadiran teknologi baru. Namun, masyarakat juga tidak direkomendasikan untuk terlalu ‘mendewakan’ teknologi baru tersebut, melainkan menggunakan, memanfaatkan, sebuah teknologi demi keberlangsungan kehidupan yang lebih layak.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyanto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.

Biagi. Shirley. 2010. Media/ Impact. Pengantar Media Massa. Penerjemah : Muhammad Irfan. Jakarta. Salemba Humanika.

Heryanto, Ariel. 2015. Identitas dan Kenikmatan. Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia.

Ibrahim, Idi Subandy, Bachruddin Ali Akhmad. 2014. Komunikasi dan Komodifikasi. Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika Globalisasi. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya.

 

 

 
Comments Off on Trend Media Sosial di Kalangan Remaja dalam Perspektif Budaya Populer (disampaikan dalam Konferensi COMICOS di Universitas Atmajaya)

Posted in Uncategorized