RSS
 

Kiprah New Media dalam Percaturan Politik di Indonesia

13 Mar

Media massa sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan di masyarakat telah memberikan pengaruh yang begitu signifikan di masyarakat. Berbagai bentuk tayangan di media massa mampu menampilkan realita sosial di masyarakat. Media massa yang telah mengalami perkembangan begitu pesat juga mampu membentuk opini public melalui tayangan yang disajikannya, seperti berita misalnya. Televisi sebagai salah satu media massa yang paling besar memberikan pengaruh merupakan media yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat berupa kasus-kasus pelanggaran hukum, banyak disebabakan oleh tayangan dari televisi. Kasus tewasnya seorang anak kecil setelah menirukan gerakan-gerakan dalam tayangan Smackdown misalnya, menjadi sebuah bukti bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh televisi sangat kuat di masyarakat

Letak kekuatan media massa, televisi khususnya, yaitu memiliki konsep audio visual yang mampu menampilkan realita sosial di masyarakat. Kedekatan fenomena yang ditampilkan oleh masyarakat inilah yang menjadikan televisi sebagai penyebar informasi dengan fungsi persuasi yang paling besar. Beberapa kalangan yang memiliki kekuasaan akan menjadikan media massa sebagai alat untuk mendapatkan dukungan di ranah perpolitikan. Sebagaimana telah diketahui bahwa di era reformasi saat ini, kepemilikan media merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kekuasaan, karena media massa merupakan alat yang utama dalam membentuk opini public.

Pemilik media massa sebenarnya memiliki kemampuan untuk bisa bersaing di kancah perpolitikan di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia ada beberapa stasiun televisi yang pemiliknya berkecimpung di dunia politik. Metro TV yang dimiliki oleh Surya Paloh, di mana Surya Paloh saat ini berposisi sebagai ketua umum Partai Nasional Demokrat (NasDem), dan TVOne yang dimiliki oleh keluarga Bakrie, di mana Aburizal Bakrie juga sebagai ketua umum Partai Golongan Karya, merupakan dua stasiun televise berita terbesar di Indonesia. Tayangan berita yang disajikan oleh dua stasiun televise tersebut mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Fenomena tersebut tidak terlepas dari hegemoni yang dilakukan oleh media massa. Tayangan media yang disajikan secara terus menerus berpotensi mengkonstruksi pola pikir masyarakat terhadap setiap fenomena yang terjadi. Stigma yang terbentuk di masyarakat terhadap pemberitaan yang dilakukan oleh media massa adalah stigma positif. Sehingga, masyarakat percaya begitu saja apa yang dikatakan oleh media massa. Walaupun saat ini masyarakat sudah mulai memiliki pemikiran yang cerdas dan pengaruh yang diberikan oleh media mulai menurun, tetapi hegemoni tersebut tidak serta merta hilang begitu saja. Aspek inilah yang kemudian dijadikan sebagai landasan bagi pemilik media untuk melakukan kampanye menuju Pemilu 2014. Kita bisa mengetahui bagaimana saat ini Partai Nasional Demokrat sedang gencar membangun citra melalui tayangan iklan di televisi.  MNCTV Group (RCTI, Global TV, dan MNCTV) yang dimiliki oleh Hari Tanoesudibyo, sudah ikut pula bergabung dengan partai NasDem.

Media massa memang memiliki kekuatan untuk membentuk opini public. Teori Agenda Setting merupakan sebuah teori yang masuk kategori Applied Theory, sehingga bisa kita lihat dari apa yang terjadi di media massa saat ini. Kekuasaan media dalam menentukan agenda masyarakat bergantung pada hubungan mereka dengan pusat kekuasaan. (Littlejohn, 2009 : 418). Kekuasaan inilah yang menjadi tujuan dari para pemilik media. Televisi seperti TVOne misalnya, begitu sering menyajikan berita-berita yang notebene lebih menunjukkan citra sang pemilik. Aburizal Bakrie yang tengah bersiap maju untuk RI-1 membangun citranya melalui tayangan-tayangan berita di TVOne dan ANTV (dua-duanya milik keluarga Bakrie). Masyarakat sebagai target menjadi tujuan utama dari pembangunan citra tersebut dengan harapan akan memilih Bakrie pada pemilu 2014 nanti. Media dengan semua sumber daya dan kekuatan yang ada, tidak terkecuali, lebih sering mengukuhkan atau membuat kepercayaan, sikap, nilai dan opini khalayak menjadi kuat. (Ardiyanto, 2007 : 20). Dengan adanya hegemoni dari media, pengukuhan terhadap seorang individu yang berimplikasi pada opini khalayak, maka media massa mampu merubah pola pikir seseorang terhadap seorang individu.

Pembentukan citra inilah yang menjadi tujuan utama menuju 2014. Dengan citra yang sudah terbentuk sedemikian rupa, maka bukan hal yang mustahil seorang pemilik media bisa sukses di ranah politik, dibandingkan dengan politikus murni yang sudah lama berkecimpung di dunia politik. Konsep pemahaman masyarakat terhadap pemberitaan media yang ‘naif’ merupakan peluang besar untuk melakukan orasi dan pembentukan citra terhadap publik. Korelasi antara media massa dengan dunia politik sebenarnya telah berlangsung lama, dan tidak hanya di Indonesia. Amerika Serikat pernah mengalami hal yang serupa di mana tokoh-tokoh politik pernah menggunakan media massa untuk mendapatkan kursi kekuasaan, di mana pelopornya adalah John F. Kennedy. John F. Kennedy menjadi presiden televisi pertama di Amerika. Kemunculan Kennedy di televisi memang untuk pertama kali, tetapi ia telah mengetahui bagaimana menggunakan televisi. (Biagi, 2010 : 215).

Dengan memandang fenomena seperti itu, tidak salah apabila kemudian kita bisa membuat sebuah pandangan bahwa pemilik media merupakan pihak yang memiliki peluang paling besar untuk meraup keuntungan di dunia politik. Kemunculan Partai Nasional Demokrat yang dipimpin oleh Surya Paloh merupakan sebuah ‘ancaman’ tersendiri bagi Partai Demokrat yang notabene tidak memiliki media massa. Sebagaimana diketahui saat ini Surya Paloh, sang pemilik MetroTV telah merangkul pemilik media massa lain seperti Trans Corp (dipimpin Chaerul Tanjung) serta MNCTV Group (dipimpin oleh Hari Tanoesudibjo). Belum lagi Aburizal Bakrie yang akan maju dalam Pilpres pada 2014 mendatang dengan Partai Golongan Karya. Bakrie memiliki TVOne dan ANTV. Jadi, bukan perkara sulit bagi mereka untuk membentuk citra di hadapan publik. Pembentukan opini public melalui orasi-orasi yang dilancarkan oleh mereka menjadi semacam teknik jitu dalam mempersiapkan diri untuk bertarung di 2014.

Sebagai media pembentuk opini yang paling besar, televisi sebenarnya selalu menghadirkan bentuk-bentuk konstruksi realitas yang terkadang jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Hal ini tidak jarang digunakan oleh kalangan-kalangan tertentu untuk kepentingan politis. Konstruksi realitas kadang mampu menghadirkan dunia kesadaran jauh sebelum manusia memahamai eksistensi materi dari apa yang disadari itu sendiri. (Bungin, 2008 : 69). Berangkat dari pemahaman tersebut, maka media massa berusaha untuk melakukan penggambaran-penggambaran yang membentuk sebuah pandangan manusia terhadap dunianya. Pada era reformasi ini, ketika seseorang mampu membentuk partai politik sendiri, dan memiliki media massa sebagai ‘corong’ untuk melakukan propaganda, maka bukanlah sebuah hal yang aneh ketika sebentuk kekuasaan itu menjadi tujuan akhir dari apa yang direncanakan selama ini.

Berdasarkan penjabaran di atas maka peneliti mengambil sebuah tema penelitian tentang kepemilikan media massa dengan judul “Penerapan Kekuasaan Pemilik Media Massa terhadap Tayangan Media Massa sebagai Kendaraan Politik menuju Pemilu 2014” (Analisis Wacana Kritis Kepemilikan Media Massa Metro TV (Surya Paloh) dan TVOne (Aburizal Bakrie) sebagai kendaraan Politik untuk Mendapatkan dukungan pada Pemilu 2014).

Merujuk pada pengambilan judul dan penjabaran di atas maka penelitian ini mengambil rumusan masalah yaitu bagaimana Penerapan Kekuasaan Pemilik Media Massa  terhadap tayangan berita dan iklan sebagai Alat Politik menuju Pemilu 2014” (Analisis Wacana Penerapan Kekuasaan Pemilik Media Massa terhadap tayangan berita dan iklan di Metro TV (Surya Paloh) dan TVOne (Aburizal Bakrie) sebagai Alat Politik untuk Mendapatkan dukungan pada Pemilu 2014).

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui Penerapan Kekuasaan Pemilik Media Massa terhadap berita dan iklan  sebagai Alat Politik menuju Pemilu 2014” (Analisis Wacana Penerapan Kekuasaan pemilik terhadap tayangan berita dan iklan politik Metro TV (Surya Paloh) dan TVOne (Aburizal Bakrie) sebagai alat untuk Mendapatkan dukungan pada Pemilu 2014).

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana, pendekatan yang digunakan yaitu kualitatif. Sebagaimana diketahui dalam setiap kegiatan bahwa penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif memiliki sifat yang subjektif, dan tentunya sebagaimana penelitian-penelitian kualitatif lainnya, besarnya populasi atau sampel bukanlah suatu hal yang utama atau bersifat esensial, sebab populasi dan sampling yang digunakan jumlahnya relatif sedikit. Sampel dalam penelitian ini bukanlah suatu elemen yang diukur. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.

Penelitian ini membahas mengenai penerapan kekuasaan pemilik media terhadap tayangan media massa sebagai sebuah kendaraan politik menuju pemilihan umum. Sebagaimana diketahui, saat ini banyak pemilik media yang juga berkecimpung di ranah politik, sehingga mereka menggunakan media yang mereka miliki untuk membentuk opini publik sekaligus pencitraan terhadap diri mereka sendiri.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis wacana Teun Van Dijk, dimana terdapat tiga dimensi analisis yang digunakan yaitu :

  1. Teks

Merupakan konsep teks yang dianalisis secara lingusitik meliputi bahasa, teks, tanda dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini merupakan bentuk bahasa dalam tayangan berita atau iklan yang diteliti, yaitu dari MetroTV dan TVOne.

  1. Kognisi Sosial

Merupakan proses produksi berita atau teks berita yang melibatkan kognisi sosial seperti konstruksi wartawan serta perspektif pengamat berdasarkan berita yang dibuat oleh wartawan atau redaksi institusi media.

  1. Konteks

Mempelajari bangunan atau konstruksi wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Implementasinya bisa melalui pengamatan terhadap media lain (selain Metro dan TVOne) yang mengangkat tema serupa.

Pemilik media massa Metro TV yaitu Surya Paloh dan TVOne yaitu Aburizal Bakrie memiliki pengaruh terhadap tayangan berita maupun iklan di stasiun televisi yang mereka miliki. Ketika mereka berkecimpung di bidang politik, maka dipastikan beberapa tayangan berita dan iklan menjadi sebuah bentuk pencitraan dan konstruksi personal terhadap pemilik media massa. Aspek tersebut, melalui analisis wacana Teun Van Dijk, dapat dibuktikan sebagai berikut :

  1. Teks

Melalui aspek teks, baik Surya Paloh maupun Aburizal Bakrie dikonstruksi sedemikian rupa sebagai seseorang yang berwibawa, sekaligus ketua umum partai yang visioner, dengan sebutan “Tokoh Restorasi Indonesia” bagi Surya Paloh, maupun “ARB” sebagai presiden 2014 bagi Aburizal Bakrie. Beberapa awak Metro TV juga mengungkapkan, bahwa Partai Nasdem yang saat ini telah menetapkan Surya Paloh sebagai Ketua Umum, memiliki visi dan misi untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan melakukan restorasi dalam berbagai bidang. Kemudian untuk partai Golkar, sebutan ARB (Aburizal Bakrie), penulisan Ketua Umum Partai Golkar, serta penayangan iklan ARB, menjadi sebuah bentuk pencitraan dan konstruksi yang dilakukan oleh pemilik media massa.

 

  1. Kognisi Sosial

Pada aspek kognisi sosial, masyarakat, kaum akademisi dan praktisi juga memiliki pandangan yang sama terhadap dua orang tersebut. Sebagai pemilik media massa, mereka memiliki cara tersendiri untuk mencitrakan dirinya, terutama ketika ada sebuah kasus. Hal ini merujuk pada bentuk pemberitaan mengenai kasus semburan lumpur di Sidoarjo. TVOne dan Metro TV memiliki cara sendiri untuk menjaga ‘martabat’ pemilik mereka. TVOne tidak pernah memberitakan kasus tersebut sebagai kesalahan Bakrie, sedangkan Metro TV lebih menyoroti kasus tersebut sebagai kesalahan Bakrie. Perang urat saraf antar pemilik ini diindikasikan sebagai langkah untuk memuluskan sekaligus mendapatkan dukungan masyarakat. Narasumber yang diwawancarai oleh peneliti di sini juga mengungkapkan, pengaruh pemilik media juga besar dalam pembentukan setiap tayangan, terutama berita dan iklan, terlebih ketika pemilik terjun di dunia politik.

 

 

 

  1. Konteks

Pada aspek konteks, hasil yang didapat oleh peneliti adalah media lain lebih menyoroti bagaimana kiprah dua ketua umum partai politik ini dalam menuju pemilihan umum 2014. Namun dalam beberapa tayangan, media lain seperti SCTV maupun RCTI secara tidak langsung meningkatkan citra mereka dengan memberikan sebuah teks sebagai “Ketua Umum”. SCTV misalnya, memberitakan Surya Paloh berkaitan dengan keluarnya Hary Tanoe dari Nasdem ketika Surya Paloh menjabat sebagai Ketua Umum. Begitu pula ketika diberitakan bahwa Hary Tanoe akan ‘menyeberang’ ke Golkar, Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar secara tidak langsung terangkat citranya. Secara keseluruhan, aspek konteks menjabarkan bahwa media massa lain, yang tidak dimiliki oleh Surya Paloh maupun Aburizal Bakrie, lebih objektif dalam melakukan pemberitaan, di mana fenomena yang menjadi perhatian utama dari masyarakat merupakan berita yang kemudian diangkat oleh media tersebut.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka bisa dilihat bagaimana konsep ekonomi politik media mulai terimplementasikan. Political economy is the study of the social relations, particularly the power relations, that mutually constitute the production, distribution, and consumption of resources, including communication resources. (Mosco, 2009 : 2). Pendapat Mosco tersebut memberikan gambaran bagaimana ekonomi politik media yang terjadi dalam tubuh institusi media di atas. Bakrie dan Paloh menggunakan kekuasaan mereka sebagai pemilik untuk membentuk berita yang mencitrakan diri mereka di mana kemudian hasil citra tersebut digunakan dalam ranah politik praktis menuju 2014. Kekuasaan dan hegemoni media massa menjadi cara mereka untuk terjun di dunia politik praktis, untuk mendapatkan kekuasaan lain di masyarakat, yaitu sebagai pemimpin negara.

Walaupun pada kenyataannya, hasil elektabilitas tidak menempatkan keduanya di urutan teratas, namun apa yang mereka lakukan melalui media yang dimilikinya menjadi sebuah fenomena yang tidak bisa kita pandang sebelah mata. Bagaimanapun juga, media memiliki pengaruh tersendiri di masyarakat, sehingga akan menjadi permasalahan tersendiri ketika digunakan dalam politik praktis.

Dengan menggunakan analisis wacana Teun Van Dijk yaitu Teks, Kognisi Sosial dan Konteks, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemilik media memiliki pengaruh terhadap isi tayangan terhadap media massa yang mereka miliki. Pengaruh tersebut tampak pada pemberitaan dan juga iklan. Penelitian ini mengkhususkan pada Metro TV yang dimiliki oleh Surya Paloh dan TVOne yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie. Sebagaimana diketahui bahwa Surya Paloh saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Nasional Demokrat dan Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golongan Karya. Ketika pemilik media massa berkecimpung di bidang politik, maka pengaruh yang diimplementasikan terhadap isi tayangan semakin kuat. Analisis wacana Teun Van Dijk dapat membuktikan bentuk-bentuk pengaruh sebagai berikut :

  1. Teks

Melalui aspek teks, baik Surya Paloh maupun Aburizal Bakrie dikonstruksi sedemikian rupa sebagai seseorang yang berwibawa, sekaligus ketua umum partai yang visioner, dengan sebutan “Tokoh Restorasi Indonesia” bagi Surya Paloh, maupun “ARB” sebagai presiden 2014 bagi Aburizal Bakrie. Beberapa awak Metro TV juga mengungkapkan, bahwa Partai Nasdem yang saat ini telah menetapkan Surya Paloh sebagai Ketua Umum, memiliki visi dan misi untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan melakukan restorasi dalam berbagai bidang. Kemudian untuk partai Golkar, sebutan ARB (Aburizal Bakrie), penulisan Ketua Umum Partai Golkar, serta penayangan iklan ARB, menjadi sebuah bentuk pencitraan dan konstruksi yang dilakukan oleh pemilik media massa.

 

  1. Kognisi Sosial

Pada aspek kognisi sosial, masyarakat, kaum akademisi dan praktisi juga memiliki pandangan yang sama terhadap dua orang tersebut. Sebagai pemilik media massa, mereka memiliki cara tersendiri untuk mencitrakan dirinya, terutama ketika ada sebuah kasus. Hal ini merujuk pada bentuk pemberitaan mengenai kasus semburan lumpur di Sidoarjo. TVOne dan Metro TV memiliki cara sendiri untuk menjaga ‘martabat’ pemilik mereka. TVOne tidak pernah memberitakan kasus tersebut sebagai kesalahan Bakrie, sedangkan Metro TV lebih menyoroti kasus tersebut sebagai kesalahan Bakrie. Perang urat saraf antar pemilik ini diindikasikan sebagai langkah untuk memuluskan sekaligus mendapatkan dukungan masyarakat. Narasumber yang diwawancarai oleh peneliti di sini juga mengungkapkan, pengaruh pemilik media juga besar dalam pembentukan setiap tayangan, terutama berita dan iklan, terlebih ketika pemilik terjun di dunia politik.

 

  1. Konteks

Pada aspek konteks, hasil yang didapat oleh peneliti adalah media lain lebih menyoroti bagaimana kiprah dua ketua umum partai politik ini dalam menuju pemilihan umum 2014. Namun dalam beberapa tayangan, media lain seperti SCTV maupun RCTI secara tidak langsung meningkatkan citra mereka dengan memberikan sebuah teks sebagai “Ketua Umum”. SCTV misalnya, memberitakan Surya Paloh berkaitan dengan keluarnya Hary Tanoe dari Nasdem ketika Surya Paloh menjabat sebagai Ketua Umum. Begitu pula ketika diberitakan bahwa Hary Tanoe akan ‘menyeberang’ ke Golkar, Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar secara tidak langsung terangkat citranya. Secara keseluruhan, aspek konteks menjabarkan bahwa media massa lain, yang tidak dimiliki oleh Surya Paloh maupun Aburizal Bakrie, lebih objektif dalam melakukan pemberitaan, di mana fenomena yang menjadi perhatian utama dari masyarakat merupakan berita yang kemudian diangkat oleh media tersebut.

 

Beberapa penjelasan di atas telah dapat menyimpulkan bentuk-bentuk pengaruh pemilik media massa yang berkecimpung di bidang politik terhadap isi dan tayangan berita maupun iklan di televisi yang mereka miliki. Selain itu, bisa juga disimpulkan pemilik media massa yang berkcimpung di bidang politik dipastikan memiliki pengaruh terhadap isi tayangan media massa.

 

 
Comments Off on Kiprah New Media dalam Percaturan Politik di Indonesia

Posted in Uncategorized

 

Tags: ,