RSS
 

JOKOWI, DARI KURSI DKI-1 MENUJU RI-1 : Sudah Tepatkah?

18 Mar

Teka-teki itu akhirnya terjawab sudah. Tepat pada tanggal 14 Maret 2014 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menetapkan Gubernur DKI Jakarta tersebut menjadi calon presiden untuk periode 2014-2019. Fenomena tersebut sebenarnya sudah banyak diprediksi oleh beberapa kalangan. Bahkan jauh sebelumnya, ketika Jokowi memenangkan pemilihan gubernur DKI Jakarta dengan suara yang cukup jauh dari pesaingnya waktu itu, Fauzi Bowo, sudah mulai bermunculan suara-suara untuk mengusung Jokowi  maju sebagai calon presiden.

Harapan mulai disematkan, rasa optimisme akan perubahan mulai bermunculan. Namun perlu diperhatikan lagi, Jokowi belum genap 2 tahun memimpin Jakarta sebagai gubernur. Masih banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Warga Jakarta masih banyak yang belum tersentuh program yang dibentuk oleh pasangan Jokowi-Basuki ini. Sehingga pertanyaan pun muncul “Sudah tepatkah pencapresan Jokowi pada Pemilu 2014 ini?”. Pandangan positif memang bermunculan, namun pandangan negatif juga tidak bisa dipandang remeh. Sentimen negatif terhadap pencapresan ini bisa dianggap sebagai hal yang  wajar mengingat status Jokowi sebagai gubernur DKI yang masih memiliki ‘pekerjaan rumah’ banyak yang belum terselesaikan, sudah dihadapkan kepada permasalahan negara yang jauh lebih kompleks tentunya.

Terlepas dari keraguan yang muncul di masyarakat, tidak bisa dilupakan juga bahwa media massa juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Sejak Jokowi muncul ke ranah politik dan keberhasilannya merebut kursi DKI-1, pencitraan yang dilakukan oleh media massa begitu gencar. Program pemerintahan yang disusun oleh Jokowi dan Ahok dikemas oleh media massa sedemikian rupa, sehingga terbentuk sebuah citra di masyarakat. Memang apa yang dilakukan oleh Jokowi selama memerintah Jakarta tidak bisa dikatakan buruk. Beberapa program seperti relokasi pasar Tanah Abang sebagai antisipasi kemacetan, kemudian pengerukan waduk Ria-Rio sebagai antisipasi banjir (walaupun dalam kenyataannya banjir masih melanda ibukota), dan beberapa program kemasyarakatan lain, seolah telah membuka harapan baru bagi warga ibukota. Semua program tersebut berpotensi positif untuk mengubah wajah Jakarta, dan bisa dikatakan sebagai program yang cukup bagus untuk bisa diimplementasikan di masyarakat.

Beberapa pemberitaan program pemerintahan Jokowi tersebut masih ditambah dengan sifat Jokowi yang dikenal dekat dengan masyarakat karena memang Jokowi suka blusukan untuk bisa melihat lebih dekat dengan masyarakat. Pencitraan yang dilakukan oleh media massa ini secara tidak langsung telah meningkatkan citra seorang Joko Widodo sebagai gubernur DKI. Peran media massa inilah yang dianggap sebagai salah satu keberhasilan Jokowi memperoleh citra dan reputasi positif di masyarakat, sehingga beberapa lembaga survey dan media massa menempatkan Jokowi diurutan teratas untuk bisa meraih kursi RI-1. Asumsi yang bermunculan pun tidak bisa disalahkan bahwa ada sebuah kampanye yang sengaja dirancang untuk mengusung Jokowi dan tentunya tidak bisa dilepaskan dari peran partai politik yang mengusungnya. Menurut Dennis McQuail, suatu kampanye kemungkinan berhasil jika ada kondisi tertentu yang mendukung pada situasi audience, pesan (message) dan sumber (source). (Subiakto, 2012 : 101). Menilik dari pandangan McQuail tersebut, bisa kita lihat adanya keterkaitan antara pencitraan Jokowi di masyarakat dengan kemunculan nama Jokowi dalam bursa calon presiden 2014.

Kondisi masyarakat saat ini yang membutuhkan sosok pemimpin yang dekat dan humanis menjadi sebuah kesempatan untuk mendapatkan peluang di bidang politik. Dengan gaya bicara yang apa adanya, suka blusukan dan tidak terlalu suka beretorika, membuat Jokowi seolah mendapat tempat tersendiri di masyarakat. Namun, apakah anggapan tersebut benar? Bagaimana dengan anggapan dari masyarakat Jakarta sendiri yang ‘bersentuhan’ langsung dengan “sepak terjang” sang gubernur?

Wacana tersebut berpotensi memunculkan beberapa pertanyaan baru lagi. Apakah pencapresan Jokowi ini sudah tepat? Bukankah masih terlalu prematur untuk bisa bertarung di level tertinggi percaturan politik, yaitu kursi kepresidenan? Pada pembahasan sebelumnya saya sempat menyinggung mengenai partai pengusung Jokowi yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sebagai salah satu prtai besar di Indonesia tentunya perhitungan yang dilakukan untuk mengusung Jokowi sudah matang. Namun, pemberitaan media massa akhir-akhir ini, mengenai statement Prabowo Subianto mengenai pelanggaran Perjanjian Batutulis antara dirinya dengan Megawati Sukarnoputri, semakin memanaskan “arena” politik ini. Prabowo menganggap, dengan pencalonan Jokowi sebagai capres dari PDI-P, maka telah terjadi pelanggaran dalam perjanjian tersebut, dimana dalam salah satu poin disebutkan bahwa Megawati dan PDI-P akan mendukung Prabowo sebagai calon presiden pada pemilu 2014.

Konflik antara Prabowo dengan Megawati ini menjadi semacam indikasi kuat bahwa munculnya nama Jokowi sebagai calon presiden dari PDI-P sudah disiapkan sejak lama. Media massa pun seolah mendapat “santapan” segar dengan adanya fenomena konflik ini. Prabowo yang merasa “dikhianati” tentunya merasa kecewa dengan pencalonan Jokowi. Perjanjian Batu Tulis yang ditandatangani pada tahun 2009 pun akhirnya hanya sebatas tulisan dan wacana saja tanpa ada implementasi lebih lanjut. Kubu PDI-P pun menyanggah telah melanggar perjanjian tersebut, melalui sekretaris jenderal PDI-P, Tjahjo Kumolo, mengatakan bahwa perjanjian tersebut otomatis gugur dengan sendirinya karena pasangan Megawati-Prabowo gagal menjadi presiden dan wakil presiden pada pemilu 2014 lalu, walaupun terdapat statement yang menyatakan Megawati mendukung Prabowo menjadi calon presiden pada tahun 2014.

Menanggapi fenomena semacam ini maka kita perlu melihat dengan bijaksana bagaimana kira-kira kiprah Jokowi selanjutnya sebagai calon presiden 2014. Sudah tepatkah pencalonan ini?

 

 
Comments Off on JOKOWI, DARI KURSI DKI-1 MENUJU RI-1 : Sudah Tepatkah?

Posted in Uncategorized

 

Tags: , ,